Jelang Negosiasi dengan AS, Indonesia Umumkan Konsesi Impor untuk Redam Tarif Trump

SuaraNalar – Di tengah bayang-bayang tarif impor 32% yang akan diberlakukan Amerika Serikat, pemerintah Indonesia bergerak cepat. Pada Selasa (8/4), Indonesia resmi mengumumkan sejumlah konsesi dagang kepada Washington, termasuk pengurangan bea masuk terhadap barang-barang strategis seperti elektronik dan baja.
Langkah ini diambil menjelang perundingan penting di AS, di mana delegasi tingkat tinggi Indonesia akan mengupayakan pelonggaran tekanan ekonomi dari kebijakan dagang proteksionis Presiden Donald Trump.
Delegasi Kelas Berat ke Washington
Minggu depan, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan terbang ke Washington. Misi mereka: membuka ruang negosiasi untuk membatalkan atau setidaknya menunda tarif ekspor sebesar 32% yang dapat berdampak signifikan pada neraca perdagangan RI.
Konsesi: Strategi Diplomasi Ekonomi
Menurut pernyataan resmi, Indonesia memberikan sinyal positif melalui konsesi dagang awal: pemangkasan pajak impor untuk produk baja, komponen elektronik, dan mesin industri asal Amerika. Langkah ini dipandang sebagai bentuk goodwill diplomacy yang diharapkan dapat menyeimbangkan defisit perdagangan AS dengan Indonesia.
Pejabat tinggi Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyebut Indonesia juga tengah menyiapkan rencana pembelian barang AS senilai $18–19 miliar untuk memperkuat posisi tawar.
Mencegah Ketegangan Dagang Berkepanjangan
Tarif baru AS, yang semula ditangguhkan selama 90 hari, direncanakan mulai berlaku hari Rabu (10/4). Jika diterapkan, dampaknya bisa merugikan ekspor utama Indonesia seperti tekstil, elektronik, dan komponen otomotif. Bagi pemerintah, ini bukan sekadar soal dagang, tapi juga isu kestabilan nilai tukar dan kepercayaan investor.
“Langkah proaktif ini mencerminkan niat Indonesia untuk mempertahankan hubungan dagang yang saling menguntungkan dan meredam efek domino dari proteksionisme global,” ujar seorang pejabat senior yang tak ingin disebutkan namanya.
Pertaruhan di Tengah Krisis Global
Ketika ketegangan geopolitik dan kebijakan ekonomi global mengganggu pasar, diplomasi perdagangan menjadi alat pertahanan utama negara berkembang. Indonesia, dengan surplus perdagangan sebesar $16,8 miliar dengan AS pada 2024, kini menghadapi pertaruhan: mempertahankan akses pasar ekspor, atau bersiap dengan skenario proteksi.
Di tengah tekanan eksternal ini, upaya pemerintah juga mencerminkan semangat pragmatik dan adaptif untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional.