
APBN 2025 Defisit Rp31,2 Triliun di Awal Tahun: Sri Mulyani Beberkan Penyebab dan Tantangan Pertumbuhan 5,2%
Jakarta, SuaraNalar.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mengalami defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam dua bulan pertama tahun ini (Januari-Februari 2025). Defisit ini terjadi akibat tingginya realisasi belanja pemerintah di awal tahun, meski pendapatan negara belum optimal.
“Pengeluaran besar di awal tahun (front loading) menjadi strategi untuk mempercepat program prioritas. Namun, kami tetap waspada terhadap dinamika global yang memengaruhi target pertumbuhan ekonomi,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Pembiayaan Tembus Rp220 Triliun, Belanja Dominan ke Pusat dan Daerah
Hingga Februari 2025, pembiayaan APBN telah mencapai Rp220,1 triliun (35,7% dari target tahunan). Adapun realisasi belanja negara tercatat Rp348,1 triliun (9,6% dari pagu APBN 2025), dengan rincian:
- Belanja Pemerintah Pusat: Rp211,5 triliun (60,7% dari total belanja).
- Transfer ke Daerah (TKD): Rp136,6 triliun (39,3%).
Di sisi pendapatan, negara baru mengumpulkan Rp316,9 triliun (10,5% dari target), terdiri dari:
- Penerimaan Pajak: Rp240,4 triliun (75,8%).
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp76,4 triliun (24,2%).
Keseimbangan Primer Surplus, Tapi Tantangan Global Membayangi
Sri Mulyani menekankan, defisit APBN masih terkendali dengan keseimbangan primer surplus Rp48,1 triliun (76% dari target APBN). Namun, ia mengingatkan bahwa target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2025 akan sulit dicapai akibat ketidakpastian global, seperti perlambatan ekonomi Tiongkok, gejolak harga energi, dan ketegangan geopolitik.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 sebesar 5,03% sudah baik di tengah tekanan global. Tapi, mempertahankan atau meningkatkannya ke 5,2% tidak mudah. Semua negara kesulitan menjaga pertumbuhan di atas 5%,” ujarnya.
Front Loading Pengeluaran: Pro dan Kontra
Kebijakan front loading (pengeluaran di awal tahun) disebut Sri Mulyani sebagai langkah antisipasi untuk memacu pembangunan infrastruktur dan program sosial. Namun, praktik ini kerap dikritik karena berisiko meningkatkan defisit jika pendapatan tidak sesuai ekspektasi.
“Penerbitan surat utang (issuance) di awal tahun memang besar, tapi ini bagian dari strategi menjaga likuiditas negara,” jelasnya. Hingga Februari, pemerintah telah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp180 triliun.
Analis: Defisit Terkendali, Tapi Fokus ke Realisasi Pajak
Ekonom senior Faisal Basri menyatakan defisit 0,13% relatif aman, tetapi meminta pemerintah fokus pada optimalisasi penerimaan pajak. “Masih ada potensi Rp1.500 triliun penerimaan pajak tahun ini. Jika realisasi hanya 10,5% di dua bulan pertama, perlu akselerasi,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan fiskal Bhima Yudhistira memperingatkan risiko kenaikan subsidi energi jika harga minyak mentah dunia terus volatil. “APBN 2025 menganggarkan subsidi energi Rp350 triliun. Jika harga minyak naik, defisit bisa membengkak,” katanya.
Proyeksi ke Depan: Menanti Kinerja Ekspor dan Investasi
Pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi 5,2% didorong oleh:
- Pemulihan ekspor seiring membaiknya permintaan global.
- Realisasi investasi dari proyek strategis seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) dan hilirisasi mineral.
- Konsumsi rumah tangga yang tetap tumbuh di atas 4,5%.
“Kami akan terus memantau realisasi belanja dan pendapatan. APBN harus jadi instrumen tepat waktu untuk responsif terhadap guncangan,” pungkas Sri Mulyani.
Baca Juga:
- Revisi UU TNI Dikritik: Militerisasi Pemerintahan atau Perlindungan Negara?
- Sri Mulyani: Inflasi April 2025 Diprediksi Melandai ke 2,8%
Keterangan:
Perkembangan realisasi APBN 2025 akan terus dipantau SuaraNalar.com. Ikuti update kebijakan fiskal dan moneter melalui platform kami atau channel Telegram @suaranalar.