Tingkat Inklusi Keuangan Capai 89%, Pemerintah Genjot Akses Layanan hingga Daerah 3T

Jakarta, SuaraNalar.com – Pemerintah Indonesia terus mempercepat perluasan akses layanan keuangan formal sebagai bagian dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Dalam pertemuan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jumat (21/3/2025), sejumlah langkah strategis dibahas untuk menekan kesenjangan akses keuangan, terutama di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Capaian & Tantangan Inklusi Keuangan
Berdasarkan data Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), tingkat inklusi keuangan Indonesia saat ini mencapai 89% untuk penggunaan akun keuangan formal. Namun, disparitas masih terlihat antara wilayah perkotaan dan pedesaan:
- Perkotaan: 91,5% masyarakat sudah menggunakan layanan keuangan.
- Pedesaan: Baru 84,8%, dengan daerah seperti Maluku Utara dan Halmahera tertinggal.
“Kami fokus pada peningkatan literasi keuangan dan perluasan akses perbankan hingga ke pelosok. BUMN harus jadi ujung tombak,” tegas Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian sekaligus Ketua Harian DNKI, dalam siaran pers usai rapat.
Strategi Pemerintah: SNKI & Elektronifikasi Bantuan Sosial
- Peran BI & OJK: Meningkatkan edukasi keuangan melalui kampanye literasi dan kolaborasi dengan lembaga pendidikan.
- Program Elektronifikasi Bantuan: Menyalurkan subsidi dan bantuan sosial (PKH, PIP, KUR) secara digital ke 93 juta keluarga terdaftar.
- Pemanfaatan Teknologi: Dorong fintech dan bank BUMN seperti BRI, Mandiri, dan BNI untuk perluas jaringan di daerah 3T.
Target 2025-2029: Kepemilikan Akun 91% hingga 93%
Pemerintah menargetkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun ke depan:
- 2025: 91% masyarakat menggunakan akun keuangan formal.
- 2029: 93% penggunaan akun, dengan literasi keuangan ditargetkan tembus 75%.
“Ini bukan hanya soal angka, tapi memastikan masyarakat paham manfaat dan risiko produk keuangan,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo.
Integrasi Data via DTSEN: Akurasi Penyaluran Bansos
Untuk memastikan bantuan tepat sasaran, pemerintah mengintegrasikan basis data melalui Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Sistem ini menggabungkan:
- Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
- Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).
- Data P3KE (Penghapusan Kemiskinan Ekstrem).
“DTSEN memungkinkan penyaluran bansos digital lebih akurat, sekaligus memantau dampak ekonomi riil,” jelas Kepala BPS Margono Yuwono.
Tantangan ke Depan
- Infrastruktur Digital: Konektivitas internet di pedesaan masih jadi kendala utama.
- Literasi Generasi Tua: Hanya 65,4% masyarakat paham produk keuangan, meski naik dari 49,7% di 2022.
- Peran UMKM: Dorong usaha mikro masuk ekosistem digital melalui program onboarding bank dan fintech.
Sinergi Kementerian/Lembaga
Pertemuan di Istana turut dihadiri oleh:
- Ketua OJK Mahendra Siregar.
- Direktur Utama Himbara (Bank BRI, BNI, Mandiri, BTN).
- Menteri Sosial, Menteri Desa, dan Kepala LPS.
“Kami siapkan insentif bagi bank yang buka cabang di daerah 3T. Ini langkah konkret dukung pertumbuhan inklusif,” tambah Direktur Utama BRI Sunarso.
Baca Juga:
- GoPay & Dana Kolaborasi dengan BUMN Perluas Layanan Digital ke Pedesaan
- KUR 2025: Bunga Dipangkas, Akses untuk UMKM Dipermudah via Aplikasi
Keterangan:
Perkembangan program inklusi keuangan dan implementasi DTSEN akan terus dipantau SuaraNalar.com. Update terkini via platform kami atau channel Telegram @suaranalar.