
Garut, SuaraNalar – Sebuah peristiwa yang mencoreng etika profesi kedokteran kembali mengemuka. Seorang dokter kandungan berinisial MSF ditangkap oleh aparat kepolisian di Kabupaten Garut, Jawa Barat, setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya. Penangkapan berlangsung pada Selasa (15/4/2025), menyusul laporan dari dua orang perempuan yang mengaku menjadi korban saat menjalani pemeriksaan kehamilan.
Kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa. Ini adalah kisah tentang bagaimana posisi kuasa dan kepercayaan—dua hal yang melekat erat dalam relasi dokter dan pasien—dapat menjadi alat manipulasi yang berbahaya ketika jatuh ke tangan yang salah.
Potret Kejadian: Saat Pemeriksaan Medis Berubah Menjadi Mimpi Buruk
Insiden ini mulai mencuat setelah rekaman CCTV dari ruang praktik tersebar luas di media sosial. Dalam video tersebut, tampak MSF tengah melakukan pemeriksaan USG. Namun, perhatian publik tertuju pada gerak-gerik tangannya yang dinilai menyimpang. Tangan sang dokter terlihat menyentuh bagian tubuh pasien yang tidak berkaitan langsung dengan prosedur USG, menimbulkan dugaan kuat adanya tindakan pelecehan.
Apa yang seharusnya menjadi momen tenang bagi seorang ibu hamil justru berubah menjadi trauma yang membekas.
Reaksi Aparat dan Penegakan Hukum
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, membenarkan bahwa pihaknya telah mengamankan MSF dan kini kasus tengah diproses di Polres Garut. Meski belum merinci kronologi penangkapan secara detail, kepolisian mengungkap bahwa dua orang telah resmi melapor sebagai korban pelecehan.
“Sudah diamankan di Garut,” ucap Surawan singkat.
Polres Garut dan Polda Jabar telah membuka posko pengaduan khusus untuk mengakomodasi korban lain yang mungkin belum berani melapor. Hal ini menjadi sinyal bahwa aparat menyadari potensi jumlah korban lebih dari yang telah terdata.
Lebih dari Sekadar Kasus Kriminal: Ini Soal Rasa Aman
Kasus ini menimbulkan pertanyaan mendasar: seberapa aman ruang-ruang medis kita bagi perempuan, terutama yang dalam kondisi rentan seperti kehamilan?
Dalam sistem pelayanan kesehatan, pasien menaruh kepercayaan penuh kepada tenaga medis. Terlebih dalam praktik kandungan, relasi yang dibangun adalah relasi yang sangat personal dan intim. Maka ketika oknum dalam sistem ini menyalahgunakan peran dan kepercayaan, yang hancur bukan hanya martabat korban, tapi juga rasa aman publik terhadap lembaga medis secara keseluruhan.
Suara Nalar: Perlu Lebih dari Penjara untuk Mencegah Kasus Serupa
Penting untuk dicatat: MSF baru berstatus sebagai terduga pelaku, dan proses hukum masih berjalan. Namun, dari perspektif jurnalisme berbasis keadilan, kasus ini menuntut kita untuk tidak hanya berhenti pada aspek hukum, tapi juga menggugat sistem yang melanggengkan celah penyalahgunaan kuasa.
Ada beberapa catatan penting:
-
Regulasi dan pengawasan ruang praktik harus lebih ketat, terutama pada klinik-klinik swasta yang minim pengawasan eksternal.
-
Setiap pemeriksaan yang bersifat fisik terhadap pasien perempuan idealnya disaksikan oleh perawat pendamping atau pihak ketiga—standar ini masih sering diabaikan.
-
Edukasi pasien soal hak-hak mereka di ruang medis masih sangat terbatas. Banyak pasien tidak tahu bahwa mereka berhak menolak tindakan yang tidak dijelaskan secara transparan oleh dokter.
Penutup: Saatnya Menguatkan Etika dan Pengawasan
Kasus ini, meski memilukan, adalah kesempatan bagi sistem untuk berbenah. Perlu tindakan tegas, cepat, dan transparan dari pihak berwenang. Namun lebih dari itu, masyarakat dan institusi medis juga harus ikut bertanggung jawab membangun budaya pelayanan yang aman, profesional, dan manusiawi.
Karena ketika ruang pemeriksaan berubah menjadi ruang kekerasan, maka yang terluka bukan hanya tubuh pasien, tetapi juga nurani kemanusiaan kita.