Nasional

Pembelaan Prabowo Soal Keracunan Makan Bergizi Gratis: 200 dari 3 Juta, Masalahkah?

SuaraNalar.com-Presiden Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara soal kasus keracunan makanan dalam program unggulannya, Makan Bergizi Gratis (MBG). Dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara pada Senin (5/5/2025), Prabowo menyampaikan bahwa insiden tersebut tergolong minor jika dibandingkan dengan skala distribusi program.

“Hari ini memang ada yang keracunan. Yang keracunan sampai hari ini dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang. Yang rawat inap hanya 5 orang,” ujar Prabowo, dikutip dari Kompas.com pada Selasa (6/5/2025).

“Jadi bisa dikatakan yang keracunan atau yang perutnya enggak enak sejumlah 200 orang. Itu 200 dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah, adalah 0,005 persen. Berarti keberhasilannya adalah 99,99 persen,” tegasnya.

Pernyataan itu sontak memicu respons beragam di publik. Di satu sisi, Presiden berupaya meredam kekhawatiran dengan pendekatan statistik. Namun di sisi lain, pendekatan tersebut dinilai tidak cukup sensitif terhadap isu kesehatan anak dan persepsi publik soal keamanan program.

Statistik vs Realita di Lapangan

Secara teknis, angka yang disampaikan Prabowo memang menunjukkan tingkat insiden yang sangat kecil. Namun, seperti yang diingatkan oleh banyak pengamat, nyawa dan kesehatan anak-anak tidak dapat direduksi hanya menjadi “angka nol koma sekian”.

Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam keterangannya menyebut, “Nyawa bukan statistik. Meski persentase kecil, satu insiden saja cukup untuk merusak kepercayaan publik terhadap program pemerintah.”

Baca juga: Mantap! Prabowo Mau Turunkan Biaya Haji, Pemerintah Kejar Efisiensi Hingga Biaya Maskapai

Banyak pihak juga mempertanyakan apakah benar hanya 200 kasus yang terjadi, mengingat laporan dari berbagai daerah menunjukkan gejala-gejala keracunan massal yang belum semuanya masuk dalam hitungan resmi. Terlebih lagi, sebagian besar penerima program MBG adalah anak usia sekolah dasar—kelompok rentan yang seharusnya mendapatkan jaminan keamanan maksimal.

Menanggapi situasi ini, Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan akan memperketat standar operasional prosedur (SOP), serta memberikan pelatihan lebih ketat kepada penyedia makanan di lapangan. Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengaku pihaknya tengah melakukan audit internal serta bekerja sama lintas kementerian untuk evaluasi menyeluruh.

Program MBG sendiri merupakan bagian dari janji kampanye Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 dan telah dijalankan sebagai program prioritas nasional. Insiden ini menjadi ujian pertama bagi kredibilitas pelaksanaannya.

Selain soal substansi program, respons komunikasi pemerintah juga menjadi sorotan. Alih-alih langsung menyampaikan empati dan janji perbaikan, pendekatan awal pemerintah dinilai terlalu teknokratik. Beberapa pengamat menilai, framing “99,99 persen aman” bisa terkesan meremehkan insiden yang sebenarnya menyentuh sisi emosional masyarakat.

Baca juga: Paus Fransiskus Wafat, Prabowo: Dunia Kehilangan Panutan Kemanusiaan

Dalam konteks politik, pernyataan ini juga bisa menjadi bumerang bagi pemerintah jika tak diikuti langkah konkret. Kepercayaan publik terhadap program sosial sangat bergantung pada transparansi dan responsifnya pemerintah dalam menangani masalah bukan sekadar angka.

Pernyataan Presiden Prabowo soal “0,005 persen insiden” dalam Makan Bergizi Gratis memang secara statistik menunjukkan keberhasilan program. Namun, di balik angka itu, ada nyawa anak-anak yang terdampak dan publik yang menuntut akuntabilitas. Program makan gratis ini bisa jadi instrumen strategis untuk meningkatkan gizi nasional selama dieksekusi dengan aman, transparan, dan berpihak pada rakyat kecil. Karena dalam urusan kesehatan publik, satu kasus pun bisa jadi alarm untuk pemerintah.***

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button