Ledakan Amunisi TNI di Garut: DPR Soroti Keteledoran, Warga Sipil Mengaku Dibayar Rp150 Ribu

SuaraNalar.com-Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyoroti keras insiden ledakan amunisi yang kembali terjadi di lingkungan militer. Teranyar, ledakan gudang amunisi milik TNI di Kabupaten Garut, Jawa Barat, menewaskan 13 orang, terdiri dari empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil.
Peristiwa ini bukan kali pertama terjadi. Utut menyebut bahwa ledakan amunisi serupa telah terjadi sedikitnya enam kali dalam beberapa tahun terakhir. Ia menilai kejadian berulang tersebut sebagai bentuk keteledoran institusi dan mengkhawatirkan jika tidak segera dibenahi.
“Kalau enam kali kejadian seperti ini, artinya sudah tidak bisa disebut insiden biasa lagi. Ini tanda TNI teledor. Kalau tidak dibenahi, akan terus berulang,” tegas Utut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Tanggung Jawab Panglima dan Kepala Staf
Sebagai mitra kerja Kementerian Pertahanan dan TNI, Komisi I DPR RI mendorong agar Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, segera mengambil langkah konkret dan bertanggung jawab penuh atas tragedi tersebut. Utut menekankan bahwa penyelidikan dan evaluasi internal tidak cukup hanya untuk menyelesaikan masalah di permukaan.
“Ini harus menjadi tanggung jawab Panglima TNI dan Kepala Staf. Tidak bisa hanya berhenti di permintaan maaf. Tanggung jawab itu termasuk memastikan korban—baik prajurit maupun warga—mendapat perlindungan dan penghormatan sampai ke liang lahat,” kata Utut sebagaimana dilansir SuaraNalar.com dari YouTube Kompas TV.
Baca juga: 7 Fakta Ledakan Amunisi di Garut: 13 Tewas, Diduga Ada Kesalahan SOP?
Ia menambahkan, penanganan terhadap keluarga korban juga menjadi bagian dari akuntabilitas moral institusi. Layanan evakuasi, pemakaman, hingga dukungan psikologis dan finansial harus ditangani secara profesional.
Keterlibatan Warga Sipil dalam Proses Pemusnahan Amunisi
Insiden ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai keberadaan warga sipil di lokasi pemusnahan amunisi. Menurut penjelasan TNI, warga sipil yang menjadi korban tewas sedang mengumpulkan sisa-sisa logam dari amunisi yang telah diledakkan, seperti serpihan granat dan mortir. Hal ini dikatakan sebagai kebiasaan masyarakat setempat setelah proses pemusnahan selesai.
“Biasanya masyarakat mengambil sisa-sisa besi, lempengan logam, atau tembaga dari amunisi yang sudah kita ledakkan,” ujar Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi yang dikutip dari Kommpas.com.
Namun, pernyataan ini mendapat bantahan dari keluarga korban. Mereka menyatakan bahwa para korban adalah pekerja harian yang dipekerjakan oleh TNI untuk membantu dalam proses pemusnahan amunisi.
“Kami jadi buruh, Pak. Buruh buka selongsong. Per hari dibayar Rp150 ribu,” kata Agus Setiawan, kakak kandung salah satu korban .
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga menyampaikan bahwa beberapa korban telah bekerja membantu TNI dalam kegiatan serupa selama bertahun-tahun.
“Mereka pengakuannya bekerja di sana. Sudah cukup lama, ada yang sampai 10 tahun membantu dan menjadi profesi yang ditekuni dalam setiap harinya,” ujar Dedi .
Investigasi dan Evaluasi Menyeluruh
Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Dadang Arif Abdurahman, menyatakan bahwa investigasi masih berlangsung untuk mengungkap seluruh fakta, termasuk alasan keberadaan warga sipil di lokasi yang seharusnya steril.
“Masih investigasi, belum selesai dan tim dari Kodam III Siliwangi sedang bekerja secara intensif terutamanya mengungkap penyebab pasti dari insiden tersebut,” ujar Dadang.
Baca juga: Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Diduga Halangi Penyidikan Korupsi CPO, Gula, dan Timah
Komisi I DPR RI juga akan memanggil jajaran TNI dan Kementerian Pertahanan untuk memberikan klarifikasi resmi dalam waktu dekat. Evaluasi akan menyasar prosedur operasional standar (SOP), pelatihan personel, serta mekanisme pengawasan internal.
Dukungan dan Pengawasan Lanjutan DPR
DPR menegaskan akan terus mengawasi perkembangan kasus ini, termasuk penanganan terhadap keluarga korban. Utut berharap kejadian ini menjadi momentum pembenahan menyeluruh di tubuh TNI, agar institusi pertahanan negara benar-benar menjadi penjaga rakyat, bukan malah menjadi sumber kecemasan di tengah masyarakat.
“TNI adalah kebanggaan kita. Tapi jika sudah menyangkut nyawa rakyat, tak ada kompromi. Keamanan nasional harus dimulai dari disiplin internal,” tutup Utut.***