Paus Fransiskus Wafat, Prabowo: Dunia Kehilangan Panutan Kemanusiaan

SuaraNalar — Dunia berduka. Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus, wafat di usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025) pukul 07.35 pagi waktu setempat. Kepergian tokoh perdamaian dunia ini meninggalkan luka yang dalam bagi umat Katolik dan masyarakat internasional yang selama ini menjadikannya panutan moral lintas iman.
Presiden Prabowo Subianto, melalui akun media sosial resminya @prabowo, menyampaikan duka cita mendalam. Ia menyebut Paus Fransiskus sebagai simbol perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan lintas batas negara maupun agama.
“Dunia kembali kehilangan sosok panutan yang memiliki komitmen besar terhadap perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan,” tulis Prabowo dalam pernyataan resmi, Senin (21/4/2025).
Jejak Kenangan dan Pesan untuk Indonesia
Prabowo juga mengenang momen istimewa saat Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia tahun lalu. Kunjungan itu disebutnya membekas tak hanya bagi umat Katolik, tapi bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Pesan kesederhanaan, pluralisme, keberpihakan kepada orang miskin dan kepedulian Sri Paus terhadap sesama akan selalu menjadi teladan bagi kita semua,” tulis Presiden RI ke-8 itu.
Dalam unggahan tersebut, Prabowo juga menyinggung betapa pesan Sri Paus untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika—semboyan pemersatu bangsa—akan tetap hidup dalam ingatan kolektif rakyat Indonesia.
Paus Fransiskus: Pemimpin yang Merendah untuk Mengangkat Kaum Lemah
Paus Fransiskus—yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Argentina—menjadi Paus pertama dari Amerika Latin dan dikenal luas atas kesederhanaan hidupnya. Ia menolak tinggal di Istana Apostolik yang mewah, memilih hidup di lingkungan biasa untuk menjaga “kesehatan psikologisnya”.
Selama 12 tahun masa kepemimpinan spiritualnya sejak terpilih pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus menjelma menjadi penjaga suara mereka yang tertindas: migran, kaum miskin, korban konflik, dan semua kelompok terpinggirkan.
Namun jalannya tak selalu mulus. Ia diserang oleh kelompok konservatif Gereja karena dinilai terlalu progresif, dan dikritik oleh kalangan reformis karena dianggap kurang cepat dalam melakukan transformasi Gereja Katolik yang berusia lebih dari dua milenium itu.
Tetap saja, dunia mengenangnya sebagai pemimpin rohani yang tanpa lelah mempromosikan dialog antaragama, memperjuangkan keadilan sosial, dan menyerukan perdamaian global.
“Sri Paus telah kembali ke rumah Bapa,” ujar Kardinal Kevin Farrell lewat siaran resmi Vatikan yang dikutip Reuters.
Catatan Redaksi:
Kepergian Sri Paus bukan hanya kehilangan bagi umat Katolik, tetapi juga kehilangan universal bagi seluruh umat manusia. Di tengah dunia yang dilanda fragmentasi, Paus Fransiskus hadir sebagai simbol harapan: bahwa kerendahan hati bukan kelemahan, dan bahwa keberpihakan kepada yang kecil adalah kekuatan moral tertinggi. Selamat jalan, Bapa Suci. Dunia akan selalu mengenang cahaya yang kau nyalakan.