Teknologi

Amazon Kuiper Segera Operasi di Indonesia: Internet Satelit untuk Wilayah 3T, Saingi Starlink

Jakarta, SuaraNalar.com – Layanan internet satelit Amazon Kuiper dipastikan segera beroperasi di Indonesia setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menjalin kerja sama strategis dengan raksasa teknologi AS tersebut. Proyek satelit orbit rendah (LEO) ini akan fokus menyediakan akses internet di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), bersaing langsung dengan layanan serupa seperti Starlink milik SpaceX.

Misi Utama: Tutup Kesenjangan Digital di 3T

Menteri Komunikasi dan Informatika Meutya Hafid menegaskan, kerja sama ini merupakan langkah penting dalam percepatan transformasi digital nasional. “Teknologi satelit LEO seperti Kuiper menjadi solusi untuk daerah yang sulit dijangkau infrastruktur fiber optik. Ini akan mendorong pemerataan akses digital bagi UMKM, e-government, hingga layanan kesehatan dan pendidikan,” ujarnya dalam pertemuan dengan tim Amazon Kuiper di Jakarta, Senin (17/3/2024).

Gonzalo de Dios, Global Head of Licensing Amazon Project Kuiper, menyatakan komitmen perusahaan: “Kami sedang mengajukan izin operasional, termasuk lisensi telekomunikasi dan hak penggunaan spektrum frekuensi. Target kami, layanan bisa dinikmati masyarakat Indonesia mulai 2025.”


Regulasi & Persiapan Operasional

Amazon Kuiper memanfaatkan kebijakan baru pemerintah yang memudahkan perusahaan asing beroperasi dengan Nomor Induk Berusaha (NIB). Beberapa langkah yang sedang ditempuh:

  1. Izin Operasional Satelit: Sesuai Peraturan Kominfo No. 8/2024 tentang Layanan Satelit Orbit Rendah.
  2. Kerja Sama dengan Operator Lokal: Kolaborasi dengan Telkom atau Indosat Ooredoo untuk distribusi layanan.
  3. Pembangunan Stasiun Bumi: Rencana investasi awal senilai Rp2 triliun untuk infrastruktur di Papua dan Nusa Tenggara Timur.

Teknologi Kuiper vs Starlink: Apa Bedanya?

Amazon Kuiper mengandalkan 3.236 satelit LEO yang akan mengorbit di ketinggian 590–630 km. Dibandingkan Starlink (4.400+ satelit), Kuiper menawarkan:

  • Kecepatan Unduh 400 Mbps: Setara Starlink, tetapi dengan latensi lebih stabil (20-30 ms).
  • Antena Murah: Biaya antena terminal diprediksi hanya Rp5 juta (separuh harga Starlink).
  • Integrasi dengan AWS: Layanan cloud Amazon Web Services untuk optimasi data center lokal.

Dampak untuk Masyarakat 3T

Kemkominfo memproyeksikan manfaat jangka panjang:

  1. UMKM Digital: Petani dan nelayan di pedalaman bisa memasarkan produk via platform e-commerce.
  2. Telemedisin: Akses konsultasi dokter spesialis di daerah terpencil.
  3. Sekolah Online: Pembelajaran digital merata hingga pelosok.
  4. E-Government: Pelayanan administrasi desa terintegrasi.

Tantangan ke Depan

  1. Biaya Langganan: Kemkominfo mendorong subsidi agar tarif terjangkau (target Rp150 ribu/bulan).
  2. Persaingan dengan Starlink: SpaceX sudah mengantre 10.000 pengguna di Indonesia sejak 2023.
  3. Keamanan Data: Amazon harus memastikan data pengguna disimpan di data center dalam negeri.

Proyeksi Keberhasilan

Berdasarkan studi SMERU Research Institute, akses internet di 3T bisa meningkatkan PDB daerah hingga 7% per tahun. “Jika Kuiper sukses, 12 juta rumah di 3T akan terhubung internet pada 2026,” ujar Ahmad Erani, Direktur SMERU.


Baca Juga:

Keterangan:
Perkembangan kerja sama Amazon Kuiper dan Kemkominfo akan terus dipantau SuaraNalar.com. Update terkini via platform kami atau channel Telegram @suaranalar.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button