Nasional

Defisit Rp 9,56 Triliun, BPJS Kesehatan Klaim Keuangan Masih ‘Sehat Walafiat’

Jakarta, SuaraNalar.com – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui lembaganya mencatatkan defisit Rp 9,56 triliun pada 2024. Namun, ia menegaskan bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan tetap sehat dan mampu menjalankan operasional jaminan kesehatan nasional. Pernyataan ini disampaikan Ali usai rapat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/3/2025).

“BPJS itu sekarang dalam keadaan sehat. Sehat walafiat,” tegas Ali, seraya menyebut defisit terjadi karena lonjakan biaya layanan kesehatan yang tidak sepenuhnya tertutup oleh premi iuran peserta.

Akar Masalah: Utilitas Meningkat vs Premi

Berdasarkan paparan resmi Ali Ghufron dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada 12 Februari 2025, pendapatan BPJS Kesehatan 2024 mencapai Rp 165,73 triliun, sementara beban jaminan kesehatan membengkak hingga Rp 174,90 triliun. Selisih negatif Rp 9,56 triliun ini terutama dipicu oleh:

  1. Kenaikan Utilitas Layanan: Jumlah peserta yang mengakses fasilitas kesehatan meningkat signifikan, terutama untuk penyakit katastropik (jantung, kanker, gagal ginjal).
  2. Inflasi Medis: Biaya obat, alat kesehatan, dan tarif rumah sakit naik rata-rata 8-10% per tahun, melampaui inflasi umum yang hanya sekitar 3%.
  3. Ketimpangan Premi: Iuran peserta belum dinaikkan sejak 2024, sementara unit cost layanan terus merangkak.

“Premi yang kami kumpulkan kurang bisa menutup kenaikan biaya. Tapi ini bukan kondisi darurat. Kami masih memiliki cadangan dan skenario penyeimbang,” jelas Ali.

post-image-1Iuran 2025 Masih Digodok

Soal kemungkinan kenaikan iuran pada 2025, Ali Ghufron menyatakan hal tersebut masih dibahas dalam revisi peraturan, BPJS Kesehatan sendiri tidak memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan tarif.

Ditunggu saja tanggal mainnya. Sekarang diskusi masih berjalan. Prinsipnya, kami ingin menjaga keberlanjutan program tanpa membebani peserta,” ujarnya. Namun, ia enggan membeberkan opsi kenaikan premi yang sedang dipertimbangkan pemerintah.

Analis: Defisit Bisa Berulang Jika Tak Ada Terobosan

Ekonom Kesehatan Fajri Rahman dari Universitas Indonesia menilai klaim “sehat walafiat” Ali Ghufron perlu dikritisi. “Defisit Rp 9,56 triliun bukan angka kecil. Jika tidak ada penyesuaian premi atau efisiensi layanan, defisit akan jadi new normal dan membahayakan sustainabilitas BPJS,” paparnya.

post-image-2Ia juga mengingatkan, defisit tahun ini bisa bertambah buruk jika inflasi medis tidak dikendalikan. “Pemerintah harus tegas menegosiasikan tarif dengan rumah sakit dan produsen obat. Jangan sampai BPJS jadi cash cow industri kesehatan,” tegas Fajri.

Di sisi lain, anggota Komisi IX DPR Nurhayati Ali Assegaf meminta BPJS Kesehatan memperkuat transparansi. “Masyarakat perlu tahu ke mana saja uang Rp 174 triliun itu mengalir. Apakah ada kebocoran atau pemborosan?” tanyanya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button