Google Digugat Rp105 Triliun oleh 250 Ribu Pelaku Usaha di Inggris: Ini Alasannya

SuaraNalar — Google kembali menjadi sorotan tajam. Kali ini, bukan karena inovasi teknologinya, melainkan karena gugatan class action senilai Rp105 triliun yang dilayangkan oleh 250.000 pelaku usaha di Inggris. Tuduhan yang diajukan tak main-main: praktik monopoli dan tarif iklan yang tak wajar.
Gugatan tersebut telah diajukan secara resmi pada Selasa, 15 April 2025, ke Competition Appeal Tribunal di London. Pihak penggugat diwakili oleh pakar hukum persaingan usaha, Or Brook, yang menyebut bahwa Google telah menyalahgunakan dominasinya di pasar pencarian dan iklan digital, sehingga menutup ruang kompetisi yang sehat.
“Google memanfaatkan kekuatannya untuk menaikkan harga iklan secara tidak adil. Bagi banyak usaha kecil, ini adalah soal bertahan hidup di era digital,” tegas Brook, dikutip dari Reuters.
Monopoli Terselubung di Dunia Digital?
Menurut berkas gugatan, Google dituding memaksa produsen ponsel untuk menjadikan Google Search dan Chrome sebagai aplikasi default di perangkat Android. Lebih jauh lagi, Google juga dilaporkan membayar Apple untuk tetap menjadikan Google sebagai mesin pencari utama di iPhone — strategi yang dinilai sebagai bentuk dominasi yang membunuh alternatif.
Di tengah situasi ini, pelaku usaha kecil hingga menengah disebut tak punya banyak pilihan. Jika ingin tampil di pencarian konsumen, mereka “dipaksa” membayar lebih ke Google. Pasar yang seharusnya kompetitif justru dikendalikan satu pemain raksasa.
Respons Google: Gugatan Tak Berdasar
Juru bicara Google menyebut gugatan ini sebagai upaya yang “spekulatif dan oportunistik”. Menurutnya, Google digunakan secara luas karena manfaat dan efisiensinya, bukan karena tak ada alternatif.
Namun publik tahu, antara dominasi dan monopoli, sering kali batasnya begitu tipis. Dan ketika dominasi tak diawasi, pelaku usaha kecil lah yang paling terdampak.
Regulator Inggris Turun Tangan
Gugatan ini juga menambah tekanan terhadap Google yang sebelumnya sudah diselidiki oleh Otoritas Persaingan dan Pasar Inggris (CMA) sejak awal tahun ini. CMA mencatat, Google menguasai lebih dari 90% pasar pencarian di Inggris dan menjadi tumpuan lebih dari 200.000 bisnis untuk beriklan.
Penyelidikan CMA menyoroti apakah dominasi Google menciptakan hambatan bagi kompetisi sehat dan apakah tarif yang dikenakan masih mencerminkan mekanisme pasar yang wajar.
Catatan Redaksi: Gugatan ini menjadi pengingat penting bagi dunia digital: bahwa inovasi tidak boleh menjadi tameng bagi dominasi yang merugikan banyak pihak. Ketika satu platform menguasai akses ke jutaan konsumen, pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah: siapa yang sebenarnya memegang kendali?