SuaraNalar.com – Di tengah keterbukaan informasi digital, publik dikejutkan dengan hilangnya fitur ulasan atau review pada Google Maps untuk sejumlah kantor polisi di Indonesia.
Biasanya, pengguna bisa memberi penilaian, komentar, hingga rating bintang terhadap lokasi publik, termasuk lembaga pemerintahan. Namun, kini fitur tersebut mendadak menghilang dari halaman berbagai kantor polisi.
Fenomena ini tidak hanya dirasakan oleh sebagian pengguna, tapi telah menyebar luas dan menjadi perbincangan di berbagai platform digital.
Banyak warganet membagikan tangkapan layar dan pendapat mereka, mempertanyakan mengapa institusi yang melayani masyarakat kini tidak bisa lagi dinilai secara terbuka.
Dilansir SuaraNalar.com dari kanal YouTube GTN pada Selasa, 6 Mei 2025, fenomena ini turut dibahas dalam video bertajuk “Ga Bisa Review Kantor Polisi?”.
Dalam video tersebut memperlihatkan beberapa kantor polisi hanya menampilkan informasi dasar seperti alamat, jam operasional, dan rute.
Sementara kolom ulasan yang biasanya berada di bawah, tidak lagi muncul. Sebagai gantinya, muncul tulisan bertuliskan “Posting is currently turned off” atau artinya “saat ini, tidak dapat memposting ulasan”. Informasi yang menandakan bahwa Google telah menonaktifkan fitur tersebut.
Perlu diketahui kalau Google memiliki sistem moderasi otomatis yang dapat menonaktifkan fitur ulasan apabila terdeteksi adanya spam, pelanggaran kebijakan komunitas, atau aktivitas yang dianggap tidak relevan.
Namun belum jelas apakah penonaktifan fitur di Kantor Polisi Indonesia ini merupakan langkah otomatis dari sistem atau permintaan manual dari pihak tertentu.
Baca juga: Dokter Kandungan Terduga Pelaku Pelecehan di Garut Diamankan Polisi
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kepolisian RI maupun Google mengenai alasan penonaktifan ulasan di Google Maps untuk institusi kepolisian. Publik pun menanti kejelasan agar tidak timbul spekulasi berlebihan.
Jika langkah ini bersifat sementara karena alasan teknis, penting untuk disampaikan secara terbuka. Namun jika permanen, hal ini dapat memicu kekhawatiran terkait pembatasan ruang publik dalam menyuarakan pengalaman dan pendapat secara digital.***
